Sabtu, 19 Mei 2012 , 11:33:00
SEBAGAI
salah satu sumber protein hewani, ayam telah menjadi favorit banyak
kalangan di seluruh pelosok negeri. Dari olahan ayam tradisional sampai
merebaknya olahan ayam modern yang renyah ala Amerika, kian menjamur
dengan beragam variasinya. Karena rasanya yang gurih, lezat dan
kandungan dagingnya cukup banyak, pun praktis dalam penyajiannya, maka
tak heran bila olahan ayam ini laris manis.
Ya, kebiasaan menyajikan lauk paling populer dalam menu sehari-hari ini menjadi salah satu kelebihan mengapa usaha berbahan baku ayam selalu laris manis. Ayam disukai karena rasanya yang nikmat sehingga lauk ini cocok diolah dengan aneka bumbu atau bahan lainnya, dan sangat sesuai menemani nasi sebagai makanan pokoknya. Sementara, karena kandungan dagingnya yang lebih banyak dibanding tulang sehingga mudah untuk dinikmati, membuat ayam selalu menjadi pilihan dibanding lauk lain. Hal itu pulalah yang mendorong Zaenal Abidin tertarik menekuni usaha ayam olahan hampir setahun yang lalu. Berawal usaha ayam mentah dengan sistem diantar langsung ke rumah-rumah, Zaenal pun melihat peluang bisnis baru yang bisa dikerjakannya. Ia berkali-kali meracik bumbu andalan agar diperoleh ayam olahan dengan kualitas rasa yang baik dan disukai banyak konsumen. Bersama istrinya, Zaenal pun mengikuti berbagai pelatihan termasuk yang diselenggarakan Departemen Pertanian tentang pengolahan daging. Alhasil, banyak ilmu informasi dan bagi-bagi pengalaman yang keduanya dapatkan. Dibutuhkan waktu sedikitnya lima bulan untuk menghasilkan produk ayam olahan yang tahan lama tanpa bahan pengawet, tanpa MSG (vetsin) namun tetap lezat serta halal. Penggunaan daging ayam yang masih segar, keseimbangan gula dan garam serta bumbu dengan ramuan dan olahan khusus, membuat produk ayam olahannya tahan lama, segar dan bergizi meski tanpa pengawet dan MSG. Selain ayam olahan, Zaenal pun meracik ayam goreng tepung (fried chicken) tanpa pengawet dan MSG. Racikan khas Zaenal itulah yang membuat produknya selalu ditunggu kaum ibu. Untuk pengembangan usahanya, ayah empat anak itu pun mengembangkan bisnisnya dengan merek dagang Ayam Haus dan menjalin kerja sama dengan banyak mitra kerja. Salah seorang mitranya adalah Usman Effendi, yang juga mengalami kemajuan pesat dalam usahanya. Selain memproduksi daging ayam olahan, Zaenal saat ini sudah memiliki delapan outlet fried chicken di berbagai lokasi di Bogor dan Depok. Sedangkan outlet utamanya di Jl Abdullah bin Nuh, Ruko A-7 Bubulak Bogor. Di sana juga menyediakan bubur ayam, selain produk ayam olahan dan fried chicken. Seiring berkembangnya usaha, Zaenal pun mulai kesulitan mendapatkan tenaga pemasaran yang andal dan bisa dipercaya mengelola outlet baru. Alhasil, upayanya untuk ekspansi pun menjadi tersendat. Menanggapi keluhan tersebut, fasilitator Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI) Cabang Bogor, Yocie Gusman menyarankan untuk tidak terpaku pada pembukaan outlet baru. Upaya memasarkan produk secara langsung (direct selling) pun perlu dicoba kembali dengan sejumlah modifikasi baru sesuai tren pasar. Upaya pemasaran door to door ke rumah bisa saja dengan menjalin kerja sama dengan pedagang sayur keliling ataupun pedagang makanan seperti tempe, tahu dan produk makanan lainnya. Sehingga ekspansi tidak harus dengan merekrut SDM baru namun bisa bekerja sama dengan jaringan pedagang yang sudah ada. Yocie juga menyarankan agar Zaenal membuat standarisasi, tidak hanya rasa ayam olahan dan ayam goreng, tapi juga standarisasi penampilan outlet. Hal itu penting guna membuat brand image yang kuat di masyarakat. Yocie juga menyarankan Zaenal untuk menjajaki peluang franchise atau waralaba agar usahanya cepat berkembang dengan keuntungan maksimal. (*/sep) |
||
UKM Kota Bogor
Thursday, May 24, 2012
Laris Manis Bisnis Ayam Olahan
Tuesday, May 8, 2012
Menggandakan Keuntungan dengan Waralaba
Tuesday, April 24, 2012
Kiprah UKM Bogor di Pasar Malam Indonesia, Den Haag, Belanda (1) Dua Hari Raup Rp100 Juta
Sabtu, 21 April 2012 , 10:35:00
Kiprah UKM Bogor di Pasar Malam Indonesia, Den Haag, Belanda (1)
Dua Hari Raup Rp100 Juta
Sumber : Radar BogorDua Hari Raup Rp100 Juta
Usaha
kecil menengah (UKM) bertebaran di bumi Tegar Beriman. Sayang, buah
karya tangan-tangan kreatif ini bak tikus mati di lumbung padi.
Kurangnya apresiasi dan minat masyarakat menggunakan produk dalam
negeri, membuat ratusan UKM berguguran. Namun, sebuah fakta yang cukup
mencengangkan, produk UKM Bogor justru laris manis dan mendapat
penghargaan tertinggi di negeri orang.
Laporan: RICKI NOOR RACHMAN
AKHIR Maret lalu, tepatnya Kamis (29/3), Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda bersama Kementerian Urusan Eropa dan Kerjasama Pembangunan Kerajaan Belanda, menggelar sebuah pameran produk-produk Indonesia bertajuk Pasar Malam Indonesia.
Untuk mempererat hubungan bilateral Indonesia-Belanda, Dubes mengundang UKM-UKM yang ada di beberapa lembaga pemerintahan dan tiap pemda di tanah air. Di antaranya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Pemprov Jambi, Pemprov Gorontalo,Pemprov Jawa Tengah, Badan Pengusahaan Batam, Pemkot Sabang, Pemkot Surabaya, Pemkot Ambon, Pemkot Medan, Pemkab Bogor dan Pemkab kerawang.
“Kebetulan saya diberi kepercayaan untuk mengantarkan teman-teman UKM Pemkab Bogor ke Belanda,” ujar Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Bogor, Ferry Adnan.
Awalnya, ia mengira pameran ini hanya sekadar ajang untuk mempromosikan produk-produk UKM Indonesia. Karena itu, Dekranasda Bogor hanya membawa beberapa perwakilan UKM dengan produk yang terbatas. Maklum, produk yang dibawa hanya produk unggulan sebagai contoh dan bukan untuk dijual. Seperti wooden toys berbentuk huruf hijaiah, minumansari kurma, kerajinan wayang golek, berbagai aksesori dan kerajinan dari bambu, serta informasi investasi pariwisata.
“Kita (UKM Bogor) hanya diberi ruang kecil untuk memamerkan produk-produk UKM. Jadi ya, tidak kepikiran membawa banyak barang,” ucapnya.
Pada kondisi cuaca yang sangat dingin, sekitar lima derajat celsius, Ferry bersama beberapa UKM mulai memamerkan produknya. Satu per satu pengunjung berdatangan dan memadati stan pameran asal Bogor ini. Pengakuan Ferry, decak kagum terlihat dari sorot mata para pengunjung. Hingga akhirnya, ketakjuban mereka berlanjut dengan menanyakan harga.
“Sebenarnya produk yang kami bawa hanya contoh. Tapi mereka begitu tertarik, dan ternyata pameran ini lebih condong ke transaksi langsung,” kata dia.
Dua hari berselang, tak disangka produk UKM Bogor ludes terjual. Bahkan, stan pameran Bogor terpaksa meminjam barang yang telah terjual, untuk dipajang terlebih dahulu hingga pameran usai. Tahu berapa rupiah yang berhasil diraup oleh UKM kita? Rp100 juta! (*)
Laporan: RICKI NOOR RACHMAN
AKHIR Maret lalu, tepatnya Kamis (29/3), Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda bersama Kementerian Urusan Eropa dan Kerjasama Pembangunan Kerajaan Belanda, menggelar sebuah pameran produk-produk Indonesia bertajuk Pasar Malam Indonesia.
Untuk mempererat hubungan bilateral Indonesia-Belanda, Dubes mengundang UKM-UKM yang ada di beberapa lembaga pemerintahan dan tiap pemda di tanah air. Di antaranya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Pemprov Jambi, Pemprov Gorontalo,Pemprov Jawa Tengah, Badan Pengusahaan Batam, Pemkot Sabang, Pemkot Surabaya, Pemkot Ambon, Pemkot Medan, Pemkab Bogor dan Pemkab kerawang.
“Kebetulan saya diberi kepercayaan untuk mengantarkan teman-teman UKM Pemkab Bogor ke Belanda,” ujar Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Bogor, Ferry Adnan.
Awalnya, ia mengira pameran ini hanya sekadar ajang untuk mempromosikan produk-produk UKM Indonesia. Karena itu, Dekranasda Bogor hanya membawa beberapa perwakilan UKM dengan produk yang terbatas. Maklum, produk yang dibawa hanya produk unggulan sebagai contoh dan bukan untuk dijual. Seperti wooden toys berbentuk huruf hijaiah, minumansari kurma, kerajinan wayang golek, berbagai aksesori dan kerajinan dari bambu, serta informasi investasi pariwisata.
“Kita (UKM Bogor) hanya diberi ruang kecil untuk memamerkan produk-produk UKM. Jadi ya, tidak kepikiran membawa banyak barang,” ucapnya.
Pada kondisi cuaca yang sangat dingin, sekitar lima derajat celsius, Ferry bersama beberapa UKM mulai memamerkan produknya. Satu per satu pengunjung berdatangan dan memadati stan pameran asal Bogor ini. Pengakuan Ferry, decak kagum terlihat dari sorot mata para pengunjung. Hingga akhirnya, ketakjuban mereka berlanjut dengan menanyakan harga.
“Sebenarnya produk yang kami bawa hanya contoh. Tapi mereka begitu tertarik, dan ternyata pameran ini lebih condong ke transaksi langsung,” kata dia.
Dua hari berselang, tak disangka produk UKM Bogor ludes terjual. Bahkan, stan pameran Bogor terpaksa meminjam barang yang telah terjual, untuk dipajang terlebih dahulu hingga pameran usai. Tahu berapa rupiah yang berhasil diraup oleh UKM kita? Rp100 juta! (*)
Sistem yang Baik, Kunci Membesarkan Perusahaan Keluarga
Sabtu, 14 April 2012 ,Radar Bogor
MENGELOLA bisnis
keluarga jauh lebih sulit dibandingkan dengan bisnis nonkeluarga.
Konflik internal seringkali menghancurkan bisnis yang sudah dibangun
dengan susah payah selama puluhan tahun. Untuk membangun hubungan yang
harmonis di antara semua anggota keluarga pemilik, tidak bisa datang
sendiri namun harus diciptakan, baik melalui sistem maupun budaya
perusahaan.
Demikian perbincangan pemilik CV Suratin Bamboo, Kosasih dengan Fasilitator Klinik Usaha Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia (JPMI) Cabang Bogor, Yocie Gusman di gerai (outlet) di Tanah Baru, Bogor Utara, tak jauh dari Kampus Akademi Kimia Analis (AKA) baru-baru ini. Lebih lanjut Yocie memaparkan sejumlah kiat mengembangkan bisnis keluarga agar tumbuh besar. Dia melihat keterbukaan dan sikap saling memercayai merupakan elemen paling penting untuk mereduksi kemungkinan munculnya konflik. Dan sejak awal profesionalitas harus diterapkan secara konsisten dan disiplin dalam perusahaan. “Misalnya penggunaan uang, mana untuk kepentingan perusahaan dan mana untuk kepentingan keluarga (biaya hidup) harus terpisah dan tercatat secara rinci dan jelas,” ujar Yocie. Tak hanya itu, lanjutnya, untuk meminimalisasi konflik, juga harus ada kesepakatan dalam keluarga yang menyatakan hak, kewajiban dan peran masing-masing anggota keluarga karena hal itu akan menjadi pedoman dan etika bersikap. Jadi, di luar dari sistem dan kebijakan manajemen yang ditetapkan direksi perusahaan, keluarga juga membuat aturan yang hanya mengikat anggota keluarga. “Peraturan-peraturan ini dibuat berdasarkan musyawarah dan profesional. Dan juga tertulis secara hitam putih agar jadi pedoman saat benih konflik mulai muncul,” tambah Yocie. Sementara itu, sudah dua puluh tahun CV Suratin Bamboo eksis dalam bidang kerajinan dari bambu. Sang pemilik Kosasih, memulai mengembangkan usahanya mengandalkan bakat. Ia mengaku tidak memiliki dasar keilmuan teknik. Namun ia berbakat menggambar desain produknya sebelum dipasarkan. Berkat kepiawaiannya itu pula, hasil karya kerajinan bambunya telah menembus pasar internasional. Kosasih juga berhasil mengembangkan kerajinan bambu dengan sistem sambung atau knock down system. Sistem ini merupakan penemuan baru dalam sebuah kerajinan berbahan baku bambu. Berkat kelebihan itulah, CV Suratin Bamboo miliknya, berhasil menjuarai festival kerajinan tingkat Jawa Barat yang kelima kali. Dalam menjalankan bisnisnya, Kosasih kini mempunyai 30 tenaga ahli atau tukang yang menjadi karyawan tetap. Untuk memproduksi berbagai mebel itu, setiap harinya CV Suratin Bamboo membutuhkan 500 batang bambu. “Bahan baku kami datangkan dari Banten dan Sukabumi,” tutur Kosasih yang merintis usahanya dengan bermodal Rp250 ribu dari gaji PNS terakhirnya dan memasarkan furnitur bambu produksinya dengan berdagang keliling. Kini perusahaan yang telah meraup omset Rp1 miliar per tahun itu, berkembang dengan baik. Mulai dari pengadaan bahan baku, produksi dan pemasaran berjalan relatif lancar. Bahkan, Suratin Bamboo sudah merambah ke beberapa negara seperti Jerman, Perancis dan Inggris. Namun, Kosasih mengaku masih terdapat sejumlah kendala untuk mengembangkan pasar ekpsor antara lain belum berani melakukan transaksi besar karena khawatir dengan keamanan transaksi. Yocie pun berbagi tip bisnis untuk mengoptimalkan pasar luar negeri. Yocie menyarankan Kosasih untuk menggunakan fasilitas L/C (letter of credit) sebagai salah satu pengaman instrumen pembayaran bisnis ekpor-impor. Yang penting, papar Yocie, UKM harus pandai memilih jenis L/C yang tepat sehingga bisa memudahkan dan mengamankan transaksi, khususnya transaksi berskala besar. “Perusahaan-perusahaan besar diluar negeri juga pasti akan menggunakan instrumen L/C untuk melakukan transaksi. Jadi bisnis UKM seperti CV Suratin ini bisa memulai menggunakan fasilitas L/C untuk transaksi yang berskala kecil terlebih dulu,” papar Yocie. Kosasih pun seakan menemukan titik terang dari kendala yang selama ini membelenggunya. Ia pun mengucapkan terima kasih atas konsultasi gratis yang dilakukan dengan cara dialog sesuai kebutuhan perusahaannya. Kepada Radar Bogor, Yocie mengaku senang dengan kegiatan semacam itu, Makanya iapun menyambut antusias tawaran untuk menjadi salah satu fasilitator dalam program Klinik Usaha yang diselenggarakan JPMI Cabang Bogor tersebut. Setiap pekan, Yocie meluangkan waktu dua kali untuk terjun berdialog langsung dengan pelaku UKM di Kota Bogor.(*) |
Sunday, April 15, 2012
UKM Bogor Tembus Eropa
16 Maret, 2012 | 6:38:04
KEBERADAAN sentra industri di Kabupaten Bogor harus mendapat perhatianserius dari pemerintah. Apabila tidak, puluhan pelaku usaha kecil
menengah (UKM) bisa terancam mati.
Pasalnya, para pelaku UKM yang bergerak di bidang makanan, kerajinan, daur urang dan lain-lain itu saat ini kesulitan mendapatkan bahan baku dan tempat pemasaran.
Di Kabupaten Bogor, pelaku UKM jumlahnya sangat banyak. 10 pelaku UKM berada di 40 kecamatan. Melihat hal ini, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Kab. Bogor mendorong agar para pelaku ini tidak tertipu saat pemasaran. Artinya, kebanyakan para UKM di Kab. Bogor belum memiliki lebel sendiri.
“Mereka belum memiliki label. Sedangkan hasil kerajinannya selalu diborong orang untuk dijual kembali,” ujar Ketua IWAPI Kab. Bogor, Ratu Nailamuna.
Untuk itu, dirinya akan mendorong agar dinas terkait memberikan solusi atau jalan guna mengurus label dari para pelaku UKM. Tak sampai disitu, permasalahan UKM muncul saat produk makanan belum memiliki legalitas resmi dari Dinas Kesehatan. Contoh konkrit saat UKM Kab. Bogor membuat keripik singkong, tapi kemasannya polos.
“Bagaimana mau terkenal atau laku jika kemasannya polos. Untuk itu kami siap
memfasilitasi ke dinas terkait. Hal ini wajib dilakukan karena produk UKM di Kab. Bogor sudah bagus, penjualannya sudah ada yang menembus Eropa,” tambahnya.
Ibu Nolis (45) perajin rajutan dari Kampung Anyar, Kelurahan Cisarua misalnya, hasil kerajinan taplak meja dan sarung kursi bisa menembus eropa. Tapi sayang, karena belum mempunyai tempat usaha (kios) danlegalitas, penjualannya hanya di rumah.
“Karena belum ada lebel dan sentra penjualan, para UKM hanya bisa menjual barang kerajinannya di rumah. Untuk itulah, UKM yang masuk Iwapi selalu diberi kesempatan tampil di pameran-pameran resmi,” lanjutnya.
Hal ini diakui ibu Heni Metasari, perajin tas dan sandal dari Kecamatan Megamendung. Menurut dia, dirinya menjual produk di salah satu tempat pariwisata di daerah Puncak. “Saya memang belum punya label. Hasil penjualan pun tidak maksimal. Beruntung Iwapi selalu mengajak kita jika ada pameran,” kata Heni menerangkan. (aim)***
sumber: informasi bogor.com
Dekranasda Siap Genjot Produk UKM Bogor
BOGOR, Jaringnews.com
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bogor, Fauziah Diani Budiarto mengatakan, sejauh ini peran Dekranasda sangat membantu dalam membina dan menyosialisasikan pengembangan produk usaha kecil menengah (UKM) di Bogor dan sekitarnya.
"Produk-produk dari para pelaku UKM dapat kami sosialisasikan denga baik," kata dia di Bogor, Kamis, (22/3).
Menurut dia, UKM di Bogor mempunyai potensi yang sangat baik untuk terus dikembangkan.
"Ada beberapa UKM yang sudah bisa memasarkan produk-produknya ke luar daerah. Harus kita tingkatkan terus agar semakin banyak UKM yang bisa seperti itu," terang Fauziah.
Sebelumnya, Ketua Umum Dekranas, Herawati Boediono meminta agar Dekranasda harus mampu membina mitra-mitra UKM-nya untuk bisa menghasilkan produk-produk kerajinan tangan yang berdaya saing.
"Dekranasda harus membina dan membantu pelaku usaha kerajinan tangan melalui UKM binaan agar bisa menghasilkan produk yang berdaya saing," ujar Herawati dalam acara HUT keI-32 Dekranas, di Gedung SME (Smesco), Rabu (21/3).
(Pio / Deb)
Subscribe to:
Posts (Atom)